Dampak Modernisasi Terhadap Pola Makan Tradisional di Indonesia
Oleh : Indah Dara Kusuma, SKM
Era teknologi informasi dan globalisasi saat ini membawa banyak perubahan dalam kehidupan masyarakat, antara lain adalah perubahan gaya hidup terutama pada pola konsumsi. Perubahan pada pola konsumsi masyarakat yang beraneka ragam, memunculkan konsep penghidangan makanan yang praktis, salah satunya adalah jenis fast food. Meskipun fast food memiliki dampak yang tidak baik pada kesehatan, namun masyarakat tetap menyukai fast food dikarenakan praktis, efisiensi waktu, rasa dan harga yang terjangkau. Ini semua terkait dengan gaya hidup yang sudah mengarah ke modernitas.
Di Malaysia, varian menu merupakan faktor yang dominan mempengaruhi keputusan pembelian terhadap fast food khususnya produk McDonalds. Di Bangladesh, merek fast food menjadi faktor utama diikuti jarak, akses, rasa, harga, kualitas makanan, diskon, rasa, kebersihan dan pelayanan. Di India, masyarakat memiliki selera yang tinggi sebesar 56% sebagai alasan mengkonsumsi fast food, 15% karena kemudahan dan sisanya sebagai makanan alternatif. Di Ghana, pertumbuhan fast food merupakan akibat dari urbanisasi, naiknya pendapatan, menghemat waktu karena kesibukan, lezat, dan juga karena menyukai lingkungannya
Sejak berabad-abad silam, hidup berbagai etnis Masyarakat Indonesia, yang masing-masing memiliki dapur (cuisine), telah menciptakan dan mengembangkan berbagai cara pengolahan dan seni memasak makanan yang merupakan hasil pengembangan budaya setempat. Di Tengah-tengah arus globalisasi seperti sekarang harus dilakukan usaha-usaha untuk melindungi makanan dan kuliner tradisional agar tidak tergilas produk modern dari luar negri termasuk fast-foods. Masyarakat sedang merasakan akibat perubahan pola konsumsi makanan, baik di negara maju maupun berkembang, peran makanan tradisional untuk membangun pola makan sehat sangat diperlukan. Sehingga makanan tradisional dapat menjadi dasar perbaikan konsumsi Masyarakat dalam era modern dan globalisasi ini.
Mengonsumsi makanan yang sehat sejak sebelum kelahiran hingga hari-hari terakhir kehidupan sangat penting untuk mencegah segala bentuk malnutrisi serta diabetes, kanker, dan penyakit tidak menular (NCD) lainnya. Berikut Pola makan sehat yang menjadi rekomendasi dari WHO (2023) :
Buah-buahan, sayuran, polong-polongan, kacang-kacangan, dan biji-bijian, Setidaknya 400g buah dan sayuran (yaitu 5 porsi).
Membatasi makanan tinggi lemak, gula dan garam. Total konsumsi lemak tidak melebihi 30% dari total asupan energi, lemak jenuh harus kurang dari 10% dan lemak trans kurang dari 1% dari total asupan energi.
Mengurangi asupan gula bebas hingga kurang dari 10% dari total asupan energi dan pengurangan lebih lanjut hingga kurang dari 5% disarankan untuk mendapatkan manfaat kesehatan tambahan, dan
Membatasi garam menjadi kurang dari 5g per hari (setara dengan sekitar 1 sendok teh).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Briawan, et al(2022) melalui analisis data sekunder terhadap modul konsumsi pangan SUSENAS periode tahun 2000-2020 ditemui bahwa :
Selama kurun waktu 20 tahun terjadi perubahan pola konsumsi pangan, sebagian di antaranya ke arah yang tidak ideal. Analisis data Susenas tahun 2000-2020 menunjukkan terjadinya penurunan konsumsi sayuran dan pangan lokal sumber karbohidrat, serta peningkatan konsumsi mie instan, dan jajanan gorengan. Sementara konsumsi pangan yang masih rendah dan tidak berubah adalah daging, tahu/tempe, buah-buahan, dan susu (BPS RI). Peningkatan konsumsi mie instan yang cenderung mengandung tinggi natrium dan gorengan dengan tinggi lemak jenuh berisiko meningkatkan penyakit degeneratif di kemudian hari.
Fast food lebih disukai dan lebih banyak dikonsumsi oleh remaja dibandingkan makanan tradisional, khususnya di wilayah Jawa-Bali dan perkotaan. Konsumsi fast food pada remaja mendorong terjadinya kegemukan dan obesitas, dan ujungnya pada kejadian penyakit tidak menular. Adapun jenis fast food yang banyak disukai dan dikonsumsi, baik di Jawa-Bali ataupun Luar Jawa-Bali adalah yang berbasis umbi-umbian (contoh: french fries), daging dan unggas (contoh: fried chicken), dan minuman nonsusu (contoh: minuman waralaba internasional).
Makanan tradisional lebih disukai dan lebih banyak dikonsumsi oleh remaja dibandingkan fast food di wilayah Luar JawaBali dan perdesaan. Makanan tradisional yang banyak disukai dan dikonsumsi, baik di Luar Jawa-Bali maupun di Jawa-Bali adalah yang berbasis serealia (contoh: mie gomak dan bakmie jawa), sayuran (contoh: singkong tumbuk dan gado-gado), ikan (contoh: asam pedas baung dan mangut lele), kacang dan polong (contoh: komak pedas dan tahu gejrot), dan jajanan (contoh: lompong sagu dan dodol). Meskipun makanan tradisional berbasis serealia dan ikan dikonsumsi lebih banyak dibandingkan kelompok fast food di kedua wilayah, namun khusus pada wilayah Jawa-Bali remaja sebenarnya lebih menyukai serealia dan ikan dalam bentuk fast food (contoh: sushi dan fish chips).
Konsumsi fast food dan makanan tradisional pada remaja dipengaruhi oleh berbagai faktor sosial-ekonomi-demografi. Remaja perempuan berpendidikan rendah, bertempat tinggal di Jawa-Bali, memiliki kebiasaan berbelanja makanan online, memiliki ayah yang bekerja sebagai karyawan dan berpenghasilan lebih dari Rp 5 juta/ bulan memiliki kecenderungan lebih tinggi untuk mengonsumsi fast food.
Referensi
Briawan, D., Alfiah, E., Nasution, Z., & Putri, P. A. (2022). Edukasi Gizi Remaja Saat Terjadi Pergeseran Konsumsi Makanan Tradisional dan Fast Food di Indonesia. Policy Brief Pertanian, Kelautan, dan Biosains Tropika, 4(2), 252-255.
Harmayani, E., Santoso, U., & Gardjito, M. (2019). Makanan Tradisional Indonesia Seri 1: Kelompok Makanan Fermentasi dan Makanan yang Populer di Masyarakat (Vol. 1). Ugm Press.
Mazwan, M. Z., & Mumpuni, G. (2022). Selera penduduk kota terhadap fast food (Studi Kasus Konsumen 7sevenchicken Malang, Indonesia). Jurnal Agribisnis Indonesia (Journal of Indonesian Agribusiness), 10(2), 289-298.
Sufa, Siska Armawati (2017) Tren Gaya Hidup Sehat dan Saluran Komunikasi Pelaku Pola Makan Food Combining. JURNAL KOMUNIKASI PROFESIONAL, 1 (7). pp. 105-120. ISSN 2579-9371
WHO, (2021). WHO urges governments to promote healthy food in public facilities akses https://www.who.int/news/item/12-01-2021-who-urges-governments-to-promote-healthy-food-in-public-facilities
WHO, (2023). Healthy Diet akses